1. Dear My Future Husband
Berawal dari malam mingguku yang selalu saja sendiri, guling-guling di kasur, bengong, bingung harus ngapain lagi karena sudah tak ingin melakukan pekerjaan lagi. Toh ini kan weekend. Kasih space dikit buat diri di malam minggu special nothing to do. Sampai kemudian tersadar akan waktu yang terus berjalan, usia yang semakin tua, dan postingan teman-teman yang kadang membuat aku iri; terbersit ingin menikah, memiliki suami, dan memiliki anak. Meski pada faktanya menikah adalah tak seindah dongeng belaka. Tapi aku ingin beramal, melakukan hal-hal baru yang bisa dilakukan bersama yang tentunya hingga akhir hayat yang tak lain dan tak bukan aku harus menikah. Dan sebelum menikah, tentu aku harus memiliki dulu calon suami sebagai syarat nikah. Gimana mau nikah kalau calonnya enggak ada?
Dear my future husband,
Aku benar-benar
tak tahu kamu siapa, kamu berasal dari mana, kamu sedang apa saat ini di saat aku
sedang menuliskan surat aneh ini. Apakah kamu tengah sibuk dengan pencarian? Ataukah
kamu sedang terluka, dikecewakan oleh keadaan? Atau kamu yang sudah dititik
pasrah karena berkali-kali gagal namun tak patah semangat?
Ingin sekali
rasanya aku membuka halaman itu. Halaman di saat kamu tiba dihadapanku. Menjemputku
dengan cara yang Allah mau. Sehingga aku bisa tenang dan tak perlu risau karena
aku sudah tahu kamu orangnya. Sayangnya perihal hari esok hanya Allah yang
tahu. Tak ada satupun makhluk di dunia ini yang mengetahuinya. Meski kata temanku
bilang, perihal menikah bukan karena usia kita yang sudah beranjak dewasa, bukan
karena melihat teman-teman yang lain sudah menikah, atau karena sudah bosan
mendengar orang bertanya, kapan menikah? Tetap saja, di sudut hatiku yang terdalam,
aku ingin menikah. Aku ingin punya suami, memiliki anak, dan juga keluarga yang
bahagia dunia dan akhirat.
Meski sadar
akan kerumitan dalam berumah tangga, dari mulai faktor ekonomi, komunikasi,
hingga ego diri masing-masing dan seluruh hal-hal kecil yang tanpa sadar menjadi
urusan runyam tapi entah mengapa diri ini ingin. Iya ingin. Beberapa dari temanku
yang sudah menikah rata-rata selalu bilang untuk menikmati usia muda dulu,
nikah mah santai aja. Lagi pula nikah bukan menyelesaikan persoalan kita
hari ini, tapi gerbang dari seluruh masalah yang tiada hentinya.
Aku hanya tersenyum
simpul seraya berkata dalam hati, kalaupun sudah tiba waktunya nanti pasti akan
Allah permudah.
Dear my
future husband,
Harapanku, cita-citaku adalah aku ingin menikah di tahun depan. Tepat di saat usiaku menginjak dua puluh enam tahun. Semoga kehadiranmu nanti adalah sebagai bentuk kado terindah dari Allah untuk aku beramal dan belajar. Karena tidak lain dan tidak bukan setiap hari yang dilalui adalah bahan pembelajaran. Dan kehadiranmu dalam hidupku tentu bukan hal kebetulan. Pasti akan ada sesuatu hal yang akan menjadi pembelajaran untuk aku agar lebih baik lagi.
Dear my
future husband,
Semoga kamu berada dalam lindungan Allah. Dimudahkan segala urusannya, diperluas rezekinya, dan juga dibukakan jalan untuk menemukan aku yang masih di sini, sendiri.
Jemput aku
dengan cara yang Allah mau dan jangan ajak aku menuju kemaksiatan. Aku sudah
muak dengan segala bentuk drama patah hati.
Sincerely,
Ihat
0 comments