Diserobot Antrean?
www.pixabay.com |
I wanna talk to you about my today! Today is my bad day. :’(
Karena gigi berlubang aku gak ada perubahan membaik setelah di tambal sementara, dokter gigi yang di Puskesmas akhirnya memberikan rujukan untuk pengobatan gigi aku selanjutnya ke rumah sakit. Ok. I thought this was the same hospital as usually I visited a few days ago. But in the fact, aku dirujuk ke rumah sakit lain. Aku bertanya lagi ke dokternya and she said yes, I should go there. Ok. No problem. And I went to the hospital at 1 p.m.
I ordered ojol and when I arrived there I decided to use the emergency stairs karena liftnya penuh dan lama. Dan ternyata poli giginya ada di lantai 5 huhuuu. Capek? Iya tentu. Cuma yang aku fikirkan adalah it’s ok. Jalan kaki, naik tangga sekalian olahraga buang keringat. Enough. Dan pas aku sampai di lantai 5 karena ini pertama kalinya buat aku berobat ke rumah sakit ini mau gak mau aku tanya-tanya dulu dong ke petugasnya. Kata petugasnya aku harus nunggu jam 2 buat bisa ambil nomor antreannya. Aku mengiyakan cuma aku penasaran dan mengunjungi mesin nomor antrean, sambil mijit-mijit layarnya yang touchscreen tapi tetep aja belum bisa keluar karena emang belum waktunya. Masih tersisa 45 menit dan aku memilih untuk berjalan menuju jendela besar sambil melihat pemandangan dari lantai 5. Masya Allah! It’s amazing! Langit yang mulai mendung dan jalanan yang masih ramai dilalui kendaraan.
30 menit lagi dan aku balik lagi ke mesin pengambilan nomor antrean. Dipijit berkali-kali tetep aja belum bisa keluar nomor antreannya kemudian aku memilih untuk duduk di kursi tunggu sambil bertanya kepada pengunjung lain dan cowok bertopi yang duduk di depan aku langsung menjawab pertanyaanku.
“Kalau ke gigi nanti jam 2. Nanti kalau tombol giginya udah kuning baru bisa ambil nomor antrean.” Ucapnya dan aku hanya manggut-manggut.
10 menit lagi menuju jam 2, cowok bertopi itu udah siap siaga nunggu di depan mesin pengambil nomor antrean sedangkan aku masih santai duduk di kursi. 8 menit yang tersisa dia mengangguk kepadaku, isyarat agar aku ikut mengantre di belakangnya. Kemudian aku pun ikut mengantre di belakangnya yang kini sudah dahulu terhalang oleh satu orang. Saat jam 2 teng petugas sudah mulai memanggil nomor antrean 1 dan cowok bertopi itu langsung mengambil nomor antreannya disusul orang yang dihadapanku dan tanpa aba-aba ternyata orang lain sudah ikut mengerubungi mesin pengambil nomor antrean di pinggirnya. Aku yang masih melongo melihat orang rebutan ambil nomor ternyata malah ke serobot sama Ibu-ibu yang bilang dia butuh dua nomor. Begitu ditekan lagi tombolnya si nomor sudah tidak keluar lagi dan si Ibu udah megang nomor antrean 10.
“Lho Bu?” Aku mulai panik. Ya kali aku gak dapet nomor antrean.
“Bentar Neng, saya butuh satu nomor lagi tapi kok gak keluar ya.” si ibu juga mulai panik dan keliatan wajah bersalah.
“Ibu nomor berapa itu?”
“Ini nomor 10.” Kemudian si Ibu bertanya ke pasien lain yang sudah mengambil nomor antrean. Begitu ditanyakan ke petugas kuota pasien hanya 10 orang.
Shit!
“Cuma 10 pak? Berarti udah habis?” Tanyaku
“Iya. Cuma 10 kuotanya.”
Antara kesal bercampur marah dan malu aku gak bisa ngelakuin apapun di depan meja pendaftaran selain mainin hp dengan fikiran kacau. Sementara itu cowok bertopi tadi sudah mendaftarkan diri di loket pendaftaran 1.
“Ya Allah lama-lama nunggu dari tadi dan hasilnya apa? Nihil? Harus balik lagi?”
Lihat tangga darurat udah males jalan, aku langsung berjalan menuju lift dan sialnya lagi liftnya lama bikin aku tambah kesel. Tak ada pilihan lain selain kembali menuruni anak tangga. Dan selama menuruni anak tangga itu tak henti-hentinya mulut aku komat-kamit di balik masker yang aku kenakan, saking nahan kesal.
Begitu sampai lobi depan aku langsung kirim pesan ke Mamah, kalau aku kesel banget sama kelakukan si ibu itu. Ditambah karena ini pertama kalinya bagiku berobat ke rumah sakit ini dan aku belum punya pengalaman apa-apa. That’s was my first time! First experience.
Gak apa-apa. Besok lagi aja. Jadi pengalaman. Kan baru pertama kali.
Meski jawaban Mamah gitu tetep aja rasa kesal di hati bercampur marah udah pengen meledak saat itu juga. Tapi ya mikir lagi, ini kan di rumah sakit. Ya kali marah-marah kayak orang kesurupan.
Diluar hujan udah mulai turun. Niat mau pesen ojol malah buru-buru keluar dari halaman rumah sakit, jalan kaki cepet sambil mulut gak berhenti menggerutu. Mata udah mulai sembab karena sebenarnya udah pengen nangis kejer.
“Dasar si Ibu yaa mau disumpahin apa nyerobot….”
“Teh mau ke mana?” belum selesai aku ngucapin sumpah serapah, seseorang datang berjalan di sisiku mengimbangi langkah kakiku yang cepat. Ternyata cowok bertopi tadi.
“Mau pulang.” Jawabku sedatar mungkin sambil liat ke langit biar air mata gak turun.
“Kok pulang?”
“Habis mau gimana lagi, antreannya diserobot. Kuotanya juga udah habis.”
“Pantesan saya cari kok malah pulang. Malah si ibu itu yang daftar. Padahal Teteh duluan kan ya tadi yang daftar.”
“Iya gak apa-apa kok.” Padahal dalam hati masih jengkel dan ini lagi duh nambah malu lagi. “Besok kira-kira jam berapa ya?”
“Besok jam 8 Teh atau enggak sama kayak sekarang jam 4 tan. Cuma gitu iya ambil antrian 2 jam sebelum pendaftaran.”
“Oh iya. Iya. Duluan ya.” kataku buru-buru karena sebenarnya malu ketahuan pulang duluan padahal antre bareng. Sementara itu dia hanya mengangguk sopan sambil mengepulkan asap rokok dari mulutnya.
Dan tanpa sadar aku malah sudah berjalan jauh dan hampir sampai rumah dengan pakaian yang agak kebasahan karena hujan.
Ya Allah mau sumpah serapah gak jadi karena keburu dipotong pertanyaan cowok tadi. Thanks Allah for saving me. Makasih karena pada akhirnya aku gak ngedoain yang enggak-enggak. Takut doa buruknya malah balik ke kita. Ya udah doain aja biar si ibunya sadar gak nyerobot antrean lagi.
“Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman setia.” (Q.S. Fussilat: 34)
But wait, I’ve realized. Kan tadi pas aku turun tangga itu dia masih ada di meja pendaftaran dan selama aku turun tangga juga gak ngerasa ada orang yang ngikutin dari belakang. Kok cepet banget ya jalannya? Bisa nyusulin gitu. Ah mungkin dia nyusulin aku takutnya aku malah pulang sehabis dapet antrean. Semoga gak ketemu lagi kalau berobat. Mau ditaruh di mana mukaku. Hiks :’(
Di sisi lain aku juga kurang cekatan. Yes, I admit that I was wrong. Besok-besok lagi mau diem depan mesin pengambil nomor antreannya aja sambil search dulu dokter mana yang bagian tugas. Biar gak kejadian kayak tadi lagi. Diserobot antrean sama orang lain.
Be patient,
0 comments