Saturday, April 01, 2023

Gerak-gerik seorang Guru

doc. pribadi

Hari kemarin rasanya kacau saat buku agenda yang pernah ku pinjam ketika kembali dicari oleh pemiliknya ternyata tidak ada. Sementara hari Senin yang akan datang, buku agenda itu akan diperiksa oleh team supervisor sebagai bukti catatan. Paniklah kami semua. Terlebih aku yang pernah meminjamnya. Dan seingatku aku langsung mengembalikannya di hari yang sama pada saat aku meminjamnya.

Aku duduk termangu dengan muka kusut di meja kerjaku yang berada di belakang para siswa. Dan jujur saja ingin menangis kalau sampai buku agenda itu benar-benar lenyap.

“Bu, ibu sedih ya?” ucap salah satu siswa yang rupanya sedari tadi memperhatikanku.

“Eh? Iya. Ini buku agenda kelas hilang.” Jawabku sedikit kaget bercampur malu.

“Buku agenda kelas yang mana, Bu? Yang ini?” Dia menghampiri mejaku lalu menunjukkan pada buku agenda kelas milikku yang berada di box file.

“Bukan. Itu punya Ibu. Yang hilang yang kelas sebelah. Ibu pernah pinjam padahal sudah dikembalikan tapi katanya tidak ada.”

Tanpa ku pinta dia bergegas mencari ke tumpukan dokumen-dokumen di lemari belakang kelas. Aku tertegun sebentar. Rasa haru menyelimuti.

“Di sana gak ada, udah Ibu cari juga. Ibu mau minta tolong ya barang kali di lemari depan ada.”

Dia langsung berjalan ke depan kelas dan aku mengikutinya dari belakang. Dia membuka satu persatu si pintu lemari itu dan tetap hasilnya tidak ada.

“Enggak ada Bu.” Jawabnya sambil berjalan ke sisi depan yang lain dan kembali mencoba mencarinya di lemari yang berbeda. “Tetap gak ada Bu.”

Aku menghela nafas panjang kemudian mengucapkan terima kasih pada siswaku tersebut. Sudah pasrah kalau benar-benar hilang. Dan pada saat istirahat sholat dzuhur akhirnya buku agenda itu sudah ditemukan berada di lemari kelas tersebut. Alhamdulillah.

Dan setelah itu aku benar-benar bersyukur gegara insiden tersebut. Aku tidak percaya bahwa di kelasku ternyata ada siswa yang benar-benar memperhatikan tingkah laku gurunya. Ini adalah kejadian ke dua kalinya. Sebelumnya adalah pada saat aku kembali dari toilet dan masuk kelas lalu berpapasan dengan salah seorang siswa (siswa yang berbeda dari yang di atas) yang sedang mengerjakan tugas kelompok. Begitu kami berpapasan, aku sedang memegang area perutku yang terasa sakit sambil mengernyitkan wajah menahan sakit, kemudian siswa itu berhenti sambil memperhatikan wajahku lalu berkata,

“Ibu kenapa? Mules ya?”

Aku langsung terperanjat kaget. Aku kira dia hanya akan melewatiku begitu saja.

Bersyukur karena memiliki siswa seperti mereka, tapi di sisi lain aku juga harus memperhatikan tingkah laku yang aku lakukan. Karena ternyata gerak-gerik seorang guru itu sangat diperhatikan oleh siswanya.  

Pernah memiliki pengalaman serupa diperhatikan oleh siswa? Share di kolom komentar ya!

 

Love,

Ihat

Share:

Tuesday, March 28, 2023

Menjelajahi Kenangan dalam Sekejap

doc pribadi


Libur awal Ramadan kemarin memang bener-bener drama. Tiket udah dicancel duluan karena ternyata masih belum jam pulang. Pas mau pulang tiket kereta udah pada habis kemudian ketika hendak balik arah mau ke terminal macetnya ampun. Iseng buka aplikasi KAI access lagi dan ada satu yang masih kosong buru-buru aku ambil. Tanpa mikir panjang meski jadwalnya itu akan sampai ditujuan pada waktu dini hari, demi bisa pulang hari itu, aku ambil aja. Dan yup, that was my first time aku nongkrong sendirian malam-malam di stasiun.

Awalnya udah deg-degan gitu ya takut sepi atau gimana gitu tapi ternyata tidak. Justru semakin malam suasana stasiun jadi lebih ramai. Karena aku pesan tiket begitu tersisa satu jadi ya mau tidak mau tempat duduknya juga sisa kan. Ya sudahlah aku langsung kembali mengecek tiketku ketika memasuki gerbong kereta. Aku buru-buru menyimpan tas ku di bagasi kemudian langsung memejamkan mata sambil mendengarkan lagu sampai akhirnya aku dibangunkan oleh passenger lain kalau aku salah duduk. Meski agak jengkel karena hampir saja tertidur akupun akhirnya geser. Lalu tak lama ada beberapa rombongan santri yang mulai menduduki kursinya. Selang beberapa menit kereta mulai berjalan perlahan meninggalkan stasiun.

doc. pribadi

Suasana gerbong yang agak ramai dan juga celotehan beberapa rombongan santri itu rasanya membuat perasaanku tampak hangat. Rasanya seperti déjà vu. Aku kembali mengecek tiketku dan tanpa sadar kereta ini pernah membawaku ke tempat lain di waktu yang sama dan tahun berbeda.

Aku seperti sedang melihat kericuhan santri saat tak bisa duduk lantaran jalanan kereta masih terhalang oleh koper yang belum dinaikan ke bagasi. Kemudian tempat duduk yang berantakan hingga akhirnya aku melihat diri aku sendiri, memberanikan diri untuk duduk di sampingnya. Insiden tiket kereta hilang, hingga keusilannya malah membuat aku semakin panik.

Aku tersenyum sendiri. Rasanya seperti kemarin. Padahal sudah beberapa tahun yang lalu dan semuanya sudah memiliki keluarga kecil. Kini aku mulai faham, mungkin dibalik tiket yang sudah aku pesan sebelumnya kemudian dibatalkan adalah Allah ingin menghadiahkan aku perjalanan ini. Perjalanan dingin yang mengingatkan aku pada kejadian-kejadian yang dulu ku anggap menyebalkan tapi justru kini sangat kurindukan.

Dan perjalanan kali ini aku menemui keunikan lain. Passenger tadi yang membangunkan aku dan memintaku untuk geser lantaran salah kursi dia memilih untuk menggelar kardus di bawah kursi dan ternyata dia tidur di  bawah kursi. Selain itu passenger di depanku lantaran sampingnya masih kosong, dia bisa tidur menyamping dengan menekuk kakinya. Sementara itu rombongan santri itu rupanya masih ada beberapa yang terjaga dan memilih untuk saling berceloteh dengan temannya.

Terima kasih telah membawaku pada perjalanan pulang dan juga menjelajahi kenangan meski sekejap.


Love,

Ihat

Share:

Monday, February 27, 2023

Ketika Gue Tak Pernah Menjadi Pilihannya

 

Seandainya gue tahu dari awal, ya tentulah gue juga gak mau jatuh ke lubang yang sama. Emang gue gak capek patah hati mulu? Ya capeklah. Gue juga pengen kali dicintai sama orang yang bener-bener tulus. Bukan cuma gue aja yang mencintai, tapi gue juga pengen dicintai.

Gue sempet marah sama diri sendiri. Bahkan pernah hampir nyalahin diri gue sendiri ya karena kebodohan diri gue sendiri.

Mau sampai kapan lo terus jatuh di lubang yang sama?

Masa usia udah hampir seperempat abad aja lo masih bego sih soal hal beginian?

Lo udah berapa kali sih gagal? Lo buta ya? Sampai hal beginian lo tabrak lagi dan kasih lagi excuse? Mau sampai kapan?

Udah di titik yang putus asa banget, hampir dan hampir nyalahin diri seutuhnya sampai kemudian gue sadar. Kalau gue aja nyalahin diri gue, bilang kalau diri gue ini goblok. Siapa lagi yang mau cinta sama diri lo? Gak ada lagi kan? Cuma diri lo sendiri saat ini satu-satunya yang bisa mencintai diri lo apa adanya.

Lalu dari sana akhirnya entah mengapa gue cepat sadar dan gue enyahkan fikiran itu jauh-jauh. Lalu gue minta sama Tuhan buat dikasih satu petunjuk biar satu petunjuk itu yang hancurkan semua angan-angan gue terhadap dia. Dan yap. Gak butuh lama bagi Tuhan buat mengabulkannya. Dan posisi gue saat ini gue malah jadi bersyukur karena dia ninggalin gue, nyia-nyain gue, bahkan mengabaikan gue. Ternyata diri gue yang berharga ini gak layak buat dia. Dan dia terlalu buta buat liat berlian di dalam diri gue.

Gue udah gak mau nyalahin diri gue sendiri. Gue tahu, gue sadar kalau gue salah. Gue salah karena lagi-lagi gue terlalu buru-buru untuk menjatuhkan hati sampai akhirnya ya gue sadar sendiri bahwa selama ini ternyata dia memang cuma pengen tebar pesona aja. Tapi di sisi lain, yang gue syukuri adalah dengan cara gue jatuh cinta sama dia itu malah ngasih jalan ke gue buat cinta sama diri sendiri. Mungkin kalau gue udah sadar di awal ya gue gak akan sampai di titik ini. Makannya sama semua direction lo gue gak mudeng. Ya mungkin Tuhan udah menggariskan semua ini terjadi sama gue dan akhirnya gue bisa di titik sekarang yang mana gue bisa lepas untuk mencintai diri gue sepenuhnya. Karena pada dasarnya manusia kan cuma bisa mengingatkan doang. Sisanya ya tergantung orangnya. Kalau orangnya gak mudeng, kayak gue dikasih tahu gak nurut ya mau gimana lagi? Bisa jadi emang Tuhan lagi nutup hati gue biar gue terus jalan aja dan gue rasain sendiri. Baru kan kalau udah kena batunya akhirnya gue sadar sendiri.  Jadi ya gitu. Tugas kita emang cuma buat ngingetin doang. Kalau misalkan dia tetap keukeuh sama keinginan dia ya berarti itu udah jalannya dia, udah takdirnya dia yang memang harus dia jalani dan gak ada orang yang bisa cegah.

So, dari pengalaman kali ini, gue udah mulai cinta sama diri gue sendiri. Gue gak perlu show up tentang kelebihan gue sama lo karena bukan itu yang lo cari. Lo tuh cuma lagi pake alibi yang udah lo bikin buat dapetin hati yang lo mau. Bener gak sih? Jadi ngapain gue susah payah, give you my best kalau selama ini yang lo cari itu bukan ada diri gue, tapi ada di dia? Tawaran lo kemaren ternyata cuma basa-basi baso tahu yang bener-bener gak pake niat tulus hanya karena lo terlanjur modusin dia di depan gue dan lo cuma mau alibi lo itu bener-bener bukan cuma sekedar alibi. See? Ternyata gue lebih pintar ya dari lo. Lo mau main sampai mana sih? Kalau bagi lo itu adalah sekedar basa-basi sebagai pereda sakit hati, tapi maaf buat gue itu jadi tantangan dan gue mau lebih maju dari lo sampai akhirnya gue bener-bener udah gak bisa buat nengok lo lagi.

Thanks for leaving me!


Share:
My photo
I'm a storyteller who could look back at my life and get a valuable story out of it. I'm trying to figure things out by writing. Welcome to my journey! Please hit me up ihatazmi@gmail.com