Photo by Feyza Tuğba |
Seperti
dituntun untuk mengetahui yang sebenarnya
Tanpa harus
tahu dari mulut ke mulut
Kebenaran
yang nampak di depan mata dan juga perlakuan yang tak semestinya sudah aku
terima sendiri
Aku yang
berniat melakukannya untuk diri sendiri rupanya niat itu malah dimanfaatkan
saat kesempatan baik itu datang
Aku yang tak
bisa berkutik dihadapan semuanya, aku yang sesekali ikut pembicaraan karena
semuanya terasa asing bagiku
Sudah ingin
berlari jauh, tapi aku terlanjur menyanggupinya
Jari jemari
dipaksakan untuk menyelesaikan namun sungguh aku sudah hancur dari awal
Di depanku
adalah kebenaran yang tak bisa dielakkan lagi
Aku yang
terbilang mampu rupanya tak berarti di matamu
Kamu ragu padaku
dan seolah menyiratkan keengganan
Karena yang
kamu mau adalah dirinya
Dan aku tak
bisa berbuat banyak
Untuk apa
aku menawarkan diri jika niatmu bukan aku yang dicari?
Aku memilih pergi
dengan seulas senyum yang dipaksakan
Dan rupanya kepergianku
ini adalah hal yang selama ini kamu nanti bukan?
Kalaupun tidak,
lantas mengapa kepergianku tidak dicegah dan juga dipertahankan?
Untuk apa
aku berada di sana jika pembicaraan saja sudah tak satu frekuensi, jika semuanya
hanya tertuju pada diri masing-masing?
Aku bak
orang bodoh yang memaksakkan diri berdiri diantara semuanya
Aku terlalu
baik untuk dimanfaatkan dengan cara seperti ini
Aku pun tak
tahu jika tutur kata manis itu tak sebaik yang aku bayangkan
Mungkin baginya aku akan bahagia diperlakukan dengan cara seperti ini
Tidak. Kamu salah.
Aku terlalu
pintar untuk membaca keadaan.
Bukankah sudah
jelas kejadian-kejadian itu tak bisa mempererat keadaan selanjutnya bukan?
Kamu hanya
datang di saat butuh
Dan memanfaatkan
perasaan tulus ini hanya demi tujuanmu sendiri.