Refleksi Catatan 11: Terima Kasih Sudah Pernah Hadir

Photo by Beyzaa Yurtkuran

Sebenarnya banyak hal yang ingin aku sampaikan padamu. Terutama perkara mengapa kamu sering kali mengakhiri pembicaraan secara sepihak, atau dengan tegas menyatakan bahwa kamu hanya ingin berteman saja denganku. Padahal, beberapa kali, apa yang kamu lakukan padaku jelas tidak mencermikan hubungan pertemanan semata. 

Berkali-kali aku meminta waktu untuk menyendiri, namun itu tak pernah berhasil. Selalu saja ada momen di mana kita kembali terhubung. Walau aku tahu, semua ini hanya akan kembali menyakitiku karena sedari awal sudah jelas kamu tak pernah menginginkan hubungan ini lebih dari hanya sekedar teman. Namun lagi-lagi, aku mengabaikan. Aku abaikan semuanya  hanya demi sebuah ketenangan sesaat. Di sisi lain, aku tahu hatiku selalu berharap - semoga perasaanmu bisa berubah. 

Itu bisikku.

Nyatanya? Perlahan, kamu sepertinya sadar  bahwa perasaanku tak pernah berubah dan justru kamu kini yang mulai berubah. Dimulai dari tak seantusias seperti biasanya setiap kali kita berkomunikasi. Dan untuk terakhir kalinya, aku berjanji kepada diriku sendiri untuk bertanya sekali lagi padamu; padahal yang aku ajukan hanya sebatas teman. Namun seperi biasa,  kamu dengan tegas menyatakan bahwa kamu hanya menginginkan pertemanan dan langsung menutup diri. Setelah aku menjelaskan bahwa maksudku memang sebagai teman, kamu  membuka diri seperti biasa. Tapi saat itu, aku sudah muak. Aku tahu,  bahkan teman-temanku saja yang sibuk sekalipun tak pernah mengabaikanku begitu saja. 

Dari sana aku merasa kamu selalu menutup diri dan takut akan sebuah hubungan. Maka dengan keyakinan dan keberanian, malam itu aku mengakhiri percakapan kita. Dan aku lebih berani lagi agar tak terjatuh ke lubang yang sama yaitu dengan memutuskan hal-hal yang bisa menghubungkan aku denganmu lagi. 

Aku tahu rasanya sangat tidak nyaman. Aku ingin menangis, namun di sisi lain, bagian dari diriku berkata, "Untuk apa kamu menangis? Bukankah hal ini lebih baik bagimu agar kamu bisa mencintai dirimu sendiri seutuhnya? Tanpa bergantung pada validasi orang lain?" Sudah saatnya aku mandiri. Aku tak perlu lagi bergantung pada orang yang bahkan menghargai keberadaanku saja tak pernah. 

Kadang, aku kembali bertanya kepada diriku sendiri. Apakah aku benar-benar mencintaimu? Ataukah karena bayangan dirimu yang aku bentuk sendiri dalam pikiranku? Atau karena selama ini,  kehadiranmu dalam hidupku, caramu memperlakukan - mirip dengan apa yang aku harapkan selama ini. Entahlah.

Aku ingin menangisimu, tapi aku tak bisa. Aku tahu aku sangat merindukanmu, tapi hati kecilku menolak. Mungkin dari perkenalan denganmu ini, aku jadi banyak belajar. Aku tak bisa memperjuangkan seseorang yang dia sendiri tidak ingin diperjuangkan - apalagi memperjuangkanku. Ternyata, untuk bisa sampai ke jenjang yang lebih serius, tak semudah itu. Dibutuhkan dua orang yang sama-sama memperjuangkan, sama-sama belajar, dan sama-sama menerima. 

Belum lagi soal bagaimana sebaiknya tidak terlalu jauh terlibat dalam percakapan dengan lawan jenis, apalagi dari awal tidak ada niat seirus. Karena dari kebiasaan itulah, perasaan justru tumbuh tanpa rencana.

Jika aku diberi kesempatan untuk bisa berbicara lagi denganmu, aku cuma mau bilang: Jika suatu hari nanti ada seseorang yang menyampaikan niat tulusnya padamu, tolaklah dengan halus sebagaimana yang sudah kamu lakukan padaku. Namun setelah itu, konsistenlah untuk benar-benar pergi menjauh. Jangan kembali menyapa, menunjukkan perhatian, atau seolah peduli. Beri waktu agar orang itu bisa pulih sendiri. 

Terima kasih karena sudah pernah hadir dalam hidupku. Terima kasih telah membantu dan menemani masa-masa sulit dalam hidupku. Terima kasih atas waktu yang pernah kamu luangkan, walau kini aku memilih untuk mengakhirinya karena aku tak ingin jatuh terlalu dalam.

Tak perlu disesali. Aku benar-benar bersyukur atas kehadiranmu. Dan kepada diri sendiri, aku hanya ingin menyampaikan: Terima kasih telah memilih dirimu sendiri, ketimbang bertahan dalam ketenangan sesaat. Terima kasih telah bearni mengakhiri dan memilih untuk  menjadi mandiri. 

Setelah ini, aku yakin aku akan lebih kuat dan tak mudah goyah jika diberi perlakuan yang sama seperti yang pernah kamu lakukan padaku. 

Fokuslah kembali pada mimpi-mimpimu. Jika kelak datang seseorang yang sejak awal saja sudah tidak menunjukkan niat baik, katakan dengan tegas bahwa hidupmu terlalu berharga untuk dihabiskan pada hal-hal yang tidak serius. 

Prioritaskan dirimu sendiri. Masih banyak hal luar biasa di luar sana yang sedang menantimu. 

Peluk diri erat. Terima kasih sudah lebih dewasa dalam menghadapi hal-hal yang penuh dengan ketidakpastian ini :')


Cheers,

Ihat

Share:

0 Comments

Follow Me