Refleksi Catatan 8: Saat Kamu Memutuskan Untuk Keluar Rumah


doc. pribadi

Bulan Ramadan kali ini bertepatan dengan bulan Maret dan tanpa terasa kita sudah berada di pertengahan bulan lagi. Padahal rasanya kayak kemarin tahun baru, eh ternyata sudah memasuki bulan ke 3 lagi. 

Mm, minggu ini penuh dengan kegiatan buka bersama. Dimulai dari bukber di rumah kepala sekolah, kemudian dilanjut dengan bukber bersama Yayasan sekolah, terakhir kemarin buka bersama dengan anak-anak panti.  Hal yang paling aku sukai dan syukuri dari kegiatan bukber pada saat sedang merantau adalah aku merasa tidak kesepian saat berbuka. Heheee. 

Namun, momen yang paling berkesan minggu ini adalah ketika aku memutuskan untuk keluar rumah; mengikuti kegiatan volunteering bersama komunitas Love and Light. Acara ini diadakan di Panti Asuhan Samiyah Amal Insani, Bandung. Kami berbagi ilmu dengan  anak-anak sambil berbagi mengenai ragam emosi. Aku mendapatkan tugas mengajari anak-anak SD. Dan ternyata, saat menyampaikan materi kepada mereka rupanya kita butuh keterampilan berkomunikasi yang sederhana dan mudah difahami. 

doc. pribadi

Aku mulai dengan bertanya, "Coba kalau wajah marah seperti apa?" dan membiarkan mereka mengeskpresikannya sendiri. Lalu dilanjut dengan pertanyaan,

"Kamu paling suka sama perasaan apa?" "Perasaan apa yang kamu tidak suka?"

Setelah itu, mereka menggambar perasaan yang mereka rasakan dan menuliskan kalimat:

"Aku senang jika aku....."
"Aku marah jika aku...."

Aku membiarkan mereka untuk mencari tahu sendiri penyebab perasaan itu muncul di dalam diri mereka. Melalui aktivitas ini ternyata mereka belajar mengenali dan memahami emosi mereka sendiri. Selain itu, kami juga bertukar surat, saling menuliskan pesan satu sama lain.

doc. pribadi - surat dari mereka 


doc. pribadi - surat dari mereka


Saat selesai kegiatan, aku mencari masjid terdekat untuk salat maghrib. Salah satu anak yang tadi belajar bersamaku menawariku untuk mengantarku. Kami salat bersama, lalu mampir membeli jajanan sebentar dan duduk di pelataran masjid sambil berbincang.

doc. pribadi

"Mamah aku ada di Malaysia, Kak. Bapak aku di Kuwait. Mamah bilang Bapak gak bisa pulang karena ditahan di sana."

Aku terdiam mendengar ceritanya saat aku bertanya mengenai keberadaan kedua orang tuanya. 

"Aku di sini tinggal sama Kakak aku. Kata Mamah kita harus pisah dulu sebentar ya, nanti ketemu lagi."

Pilu rasanya mendengar kisahnya. 

"Sekarang jarang WA-an Kak, hp Kakak aku rusak soalnya."

Aku tak bisa berkata banyak apalagi selain mencoba menghibur, menyakinkan bahwa suatu hari nanti ia pasti akan bertemu kembali dengan Ibunya. 

doc. pribadi

"Tadinya aku mau tinggal sama Nenek. Cuma karena Nenek repot harus mengurus anak bayi, jadinya aku sama Kakak aku dititip di panti asuhan ini Kak." Dia kembali melanjutkan ceritanya sembari berjalan pulang menuju panti. 

Saat aku berpamitan pulang, ia melambaikan tangan sambil berkata, "Hati-hati di jalan ya Kak."

Sepanjang perjalan pulang, aku merenung. Di tengah rintik hujan yang mulai reda, aku tak henti-hentinya mengucap syukur.

Aku bersyukur karena di situasi sesulit apapun, orang tuaku tidak pernah meninggalkanku sendirian. Mereka selalu ada, meskipun dengan segala keterbatasan yang mereka miliki. 

Sering kali kita sibuk melihat ke atas, membandingkan orang tua kita dengan orang tua lain yang terlihat lebih hebat. Padahal, jika kita menengok ke bawah, ada begitu banyak hal yang patut kita syukuri. Kegiatan ini juga mengajarkanku bahwa ketika kita merasa kekurangan, ternyata ada orang lain yang lebih membutuhkan. Dan dengan berbagi, sekecil apa pun, bisa membuat hati kita merasa cukup dan bahagia. 

Mungkin ada benarnya - saat kamu menghadapi kesulitan, cobalah untuk berbagi dengan yang lain atau mengunjungi tempat-tempat yang bisa membuatmu lebih banyak bersyukur. Tidak harus dengan hal-hal besar. Selama kita berbagi dengan tulus dan ikhlas, inshallah perasaan itupun akan sampai pada penerimanya. 

Aku tahu, minggu sebelumnya aku sendiri sedang berjuang dengan kehidupanku. Namun, setelah mengikuti kegiatan ini, aku sadar bahwa masih ada begitu banyak hal yang bisa aku pelajari dan syukuri, daripada terus menangisi hal-hal yang memang tidak ditakdirkan untukku.

Hai diri. Terima kasih karena kamu telah memilih untuk belajar dan bangkit dari rasa tidak nyaman itu. Terima kasih karena mencari cara lain yang lebih bermanfaat, daripada terus merutuki dan menyalahkan diri sendiri. 

Semangat! Masih ada hal-hal menarik di luar sana yang bisa kamu lakukan. 

Love,
Ihat


Share:

0 Comments

Follow Me