Refleksi Catatan 2: Making Decisions
Photo by Pixabay |
Seperti saat bermain catur, kamu bebas menentukan siapa yang akan lebih dulu memainkan peran. Setiap peran memiliki jalannya sendiri menuju tujuannya, yaitu mengalahkan raja. Namun, di sana juga kamu harus berpikir. Jalan mana yang bisa kamu kuasai dan hadapi untuk melawan musuh di depanmu. -Ihat Azmi-
Ditemani gemericik suara hujan di pagi hari yang tidak terlalu dingin, aku memutuskan mengawali weekend ku kali ini dengan menumpahkan segala kebisingan isi kepala melalui jari-jemari yang terus menari di atas keyboard pink kesayanganku.
Ini adalah weekend pertama sejak aku memutuskan pindah ke kosan baru yang lokasinya agak jauh dari tempat bekerjaku. Semula, kosanku berada dekat dengan tempat kerjaku.
Lucunya, banyak sekali orang-orang yang menyayangkan keputusanku ini. Hampir semua orang bertanya-tanya mengapa aku memutuskan untuk pindah, padahal jarak tempat kerja lebih dekat dari kosanku yang lama. Setiap kali mereka menyayangkan keputusanku, aku hanya tersenyum. Anehnya, aku sama sekali tidak menyesali keputusan ini. Sebaliknya, aku bersyukur dan mengapresiasi diriku sendiri karena sudah berani untuk mengambil langkah ini.
Jika ditanya alasan sebenarnya ya, aku jenuh dengan situasi dan kondisi sebelumnya. Aku butuh sesuatu yang baru untuk menyelamatkan diriku dari rasa jenuh yang menganggu aktifitas sehari-hari. Misalnya, aku sering merasa malas beribadah, menunda-nunda waktu salat, bahkan menunda pekerjaan rumah. Aku lebih senang rebahan di atas kasur sambil scrolling di hp. Aku juga sering menunda berangkat ke tempat kerja, berpikir,
"Tempatnya dekat ini, ngapain harus datang pagi-pagi?"
Selain itu, aku merasa malas melakukan aktifitas pribadi seperti menulis, mengerjakan tugas tambahan atau belajar mandiri. Biasanya, aku memilih untuk pergi ke kafe untuk mengerjakan tugas-tugas tersebut karena jika dikerjakan di kosanku yang lama, aku akan berakhir dengan kembali ke atas kasur dan tidur. Bahkan, setiap kali weekend tiba, aku lebih banyak menghabiskannya untuk tidur. Rasanya malas sekali melakukan apa pun.
Dari situ aku sadar, ada sesuatu yang tak beres dengan diriku. Setelah mencoret-coret perhitungan biaya bulanan dan lain-lain, aku memutuskan untuk pindah. Bismillah! Dengan penuh keberanian, aku mengambil keputusan itu. Meski jaraknya lebih jauh dari tempat kerja, aku tahu ini akan memaksaku untuk bangun lebih pagi. Aku juga harus kembali menjadi penumpang angkot dan demi menghemat pengeluaran, akupun memutuskan untuk berjalan kaki dari jalan besar menuju tempat kerja. Dengan medan jalannya yang menanjak dan cukup jauh. Lucunya, aku justru memotivasi diriku sendiri, kan jarang olahraga. Nih sekalian olahraga. Itung-itung lagi di Korea jalannya banyak tanjakan gini. Biar nanti terbiasa. Kalau ada yang ngajak bareng naik kendaraan ikut, kalau enggak ya udah gak apa-apa. Bakar kalori biar sehat.
Sejak pindah ke kosan baru ini, aku merasa seperti terlahir kembali. Aku menjadi lebih bersemangat untuk pergi ke tempat kerja, bangun lebih pagi, bisa bercengkerama lebih banyak juga dengan Pencipta-Ku, dan melihat orang-orang sekitar dengan ceritanya masing-masing. Hal itu sering membuatku lebih banyak bersyukur atas kehidupan yang aku miliki sekarang. Meski harus bangun lebih pagi, berjalan kaki sebanyak 1,3 KM di jalan yang menanjak :D, menghadapi kemacetan sepulang bekerja, atau menunggu penumpang lain di angkot, semuanya terasa lebih bermakna. Menyebrangi padatnya jalan raya atau pada akhirnya aku memutuskan untuk menaiki jembatan penyebrangan demi keselamatan diri.
Aku merasa diriku yang energic dalam meraih mimpi kembali hadir. Jika banyak orang menyayangkan keputusanku, aku justru bersyukur. Aku kembali merasakan kebebasan dalam diriku, bisa melihat dunia ini lebih luas dan menemukan banyak hal yang patut aku syukuri dibanding terus mengeluh.
Pada awalnya, aku sempat merasa takut untuk melangkah. Jarak yang lebih jauh, belum lagi ongkos, harus bangun lebih pagi, dll, sempat menghantuiku. Namun, aku mencoba menguraikan ketakutan itu ke dalam bentuk coretan. Nyatanya setelah semua ketakutan itu aku uraikan, aku menyadari hanya ada satu hal yang perlu aku korbankan: waktu pagi. Yang biasanya aku gunakan untuk berleha-leha kini aku harus memanfaatkan untuk bersiap lebih pagi. Setelah itu, aku mencoba menguatkan diri, belajar untuk tidak mendengar apa kata orang dan take action. Hasilnya? Tidak seseram yang aku bayangkan sebelumnya.
Kadang, yang membuat kita takut untuk melangkah adalah terlalu banyak mendengarkan apa kata orang dan membiarkan pikiran kita sendiri yang terlalu berisik. Namun, ketika kamu mencoba untuk melakukannya - tentu dengan penuh pertimbangan - nyatanya tak semenakutkan yang kamu kira, kok.
Hai, diri! Terima kasih sudah mengawali 2025 dengan berani mengambil keputusan tanpa terlau banyak mendengarkan apa kata orang dan mulai percaya pada dirimu sendiri.
Ya Allah, terima kasih atas bantuan-Mu yang telah membimbing diri ini menjadi lebih berani dan tidak takut dalam mengambil keputusan. Bahkan, hanya dari proses pindahan kosan ini, aku telah belajar banyak hal.
There is no right or wrong in making decisions. It's about how you deal the risks that come with every decisions you make. -Ihat Azmi-
Ini sama seperti permainan catur. Aku jadi teringat ketika dulu Bapak mengajarkan aku bermain catur dan berkata bahwa setiap peran memiliki cara dan jalannya masing-masing. Kamu hanya perlu memilih cara mana yang kamu kuasai dan yang bisa mengalahkan lawan di depanmu. Tak ada yang salah dengan setiap peran yang kamu pilih, semua hanya bergantung pada risiko mana yang siap kamu tanggung untuk tetap bertahan dan mengalahkan lawan di depanmu.
Semangat untuk kamu yang sedang di ambang kebingungan dalam menentukan langkah ya :) Semua itu gak semenakutkan yang kamu bayangkan kok ;)
Ihat
0 Comments