Dear kamu,
Lama tak jumpa dan yang kudapati adalah
kabar kamu telah meminang orang lain. Kaget, bahagia, sekaligus kecewa
bercampur dalam hati. Cerita-certia imajinasiku mendadak luluh, hancur dan aku
tak berdaya untuk melanjutkan kisah fiksi ini.
Kamu yang ku kira akan menjadi terakhir
bagiku ternyata tidak. Bukan kamu orangnya. Kamu adalah harapan terakhir yang selalu
aku panjatkan, rupanya hanya menjadi tempat persinggahan dan kisah yang sudah
usai. Yang seharusnya sudah aku tutup lembarannya tujuh tahun yang lalu.
Doa yang kamu panjatkan yang pertama dan juga
rupanya menjadi yang terakhir bagiku itu harusnya sudah menjadi bab akhir yang
tak perlu aku lanjutkan lagi dengan paragraph baru berisi harapan-harapan
kosong.
Aku kembali pada titik terendahku.
Kembali pada garis merah yang selama ini dengan
susah payah aku telah menarik diri darinya.
Aku kembali terjerebab hanya karena
kenyataan yang seolah-olah selalu menipuku.
Aku benci dibuat bahagia kemudian tak lama
dibuat menderita
Aku benci pada cinta yang datang yang pada
akhirnya hanya membuat aku kembali menjadi seperti orang gila.
Aku mulai membenci diriku sendiri karena
begitu mudahnya terperdaya
Aku mulai merutuk pada diri sendiri
Sudah tak seharusnya kemarin aku mencarimu
Meminta kepada-Nya
Jelas dari awal kamu hanya datang sebagai
pelangi di hidupku.
Yang hanya bisa dipandang namun tak bisa
diraih.
Sudah sadar sekarang?
Yuk, kembali lagi berjalan untuk pulang
pada rumah sendiri
Tak apa-apa sambil terseok-seok asal sampai
Doakan agar kamu bahagia dengan kehidupan
barumu
Namun sungguh aku tak sanggup jika pertemuan
pertama nanti setelah tujuh tahun tak jumpa
Kamu sudah menggandeng tangan seorang
perempuan, yang tak lain dan tak bukan adalah istrimu.
Dan hujan mengguyur deras malam ini seolah meredam tangisku agar kamu tak mendengarnya.
Love,
Ihat